ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HIV-AIDS
Konsep
Dasar
I. Pengertian
AIDS adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang
diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya.
II. Etiologi
Penyebab adalah
golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV
pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi
infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima
fase yaitu :
- Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
- Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
- Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
- Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
- AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat
menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk
kelompok resiko tinggi adalah :
- Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
- Orang yang ketagian obat intravena
- Partner seks dari penderita AIDS
- Penerima darah atau produk darah (transfusi).
III.
|
IV. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
-
ELISA
-
Western
blot
-
P24
antigen test
-
Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
-
Hematokrit.
-
LED
-
CD4
limfosit
-
Rasio
CD4/CD limfosit
-
Serum
mikroglobulin B2
-
Hemoglobulin
V.
KOMPLIKASI
1.
Otak : terjadi inflamasi, tumor
2.
Mulut, trachea, oesephagus :
muncul kandidiasis
3.
Paru-paru : terjadi infeksi
pneumocystis carinii, infeksi jamur, TBC
4.
Saluran pencernaan : infeksi
salmonella dan prozoa mudah terjadi
5.
Kulit ; terjadi Kaposi’s sarcoma,
infeksi jamur, herpes zoster
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL : anemia, trombositopeni idiopatik, leucopenia, pada
infeksi tertentu jumlah sel T rendah, atau tumor sel T.
TB ( PPD ) : untuk menentukan pamajanan terhadap TBC
Serologis :
Tes antibody serum : skrining HIV dengan ELISA, bila
positif mengindikasikan HIV tapi tidak merupakan diagnosa.
Tes Blot Westren : mengkonfirmasi diagnosa HIV
Sel T Limfosit : penurunan jumlah total
Sel T4 helper : bila < 200 mengindikasikan respon
defisiensi imun yang hebat
Sel T8 supresor : rasio terbalik ( 2:1 pada T8 : T4)
mengindikasi supresi imun
Kadar Ig : ↑, terutama IgG dan IgA dengan IgM normal
Reaksi rantai polymerase ; mendeteksi DNA virus
Tes PHS : mengetahui penyakit seksual seperti sifilis, CMV
mungkin positif
Pemeriksaan neurologist, mis. : EEG, MRI, CT Scan : bila
terjadi perubahan mental, perubahan sensori/motorik
Rontgent dada : mengetahui komplikasi pada saluran nafas
Biopsi : bila terjadi lesi neuplastik lainnya
Bronkoskopi ; bila terjadi kerusakan paru-paru
Endoskopi/kolonoskopi : bila dicurigai terdapat infeksi
candida pada sstem GI
VII.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a.
Pengendalian infeksi oportunistik
Tujuan utama dari penatalaksanaan pasien AIDS adalah menghilangkan, mengendalikan, atau
memulihkan infeksi oprtunistik,infeksi nosokomial, atau sepsis. Digunakan agen
farmakologik yang spesifik untuk mengidentifikasi organisme juga agen-agen
eksperimental untuk organisme yang tidak umum. Infeksi stafilokokus adalah
perhatian utama, karena pasien akan mengalami sepsis, yang ditandai dengan
demam, hipotensi dan takikardi, sehingga harus sedapat mungkin dicegah.
b.
Terapi AZT
AZT merupakan satu-satunya terapi antiviral yang efektif
terhadap AIDS. Obat ini menghambat replikasi virus HIV dengan menghambat enzim
pembalik transcriptase. AZT digunakan pada pasien dengan HIV positif yang
asimptomatik dan mempunyai junlah sel T > 500 mm3.
c.
Terapi antiviral yang baru
Diberikan untuk meningkatkan aktivitas system imun baik
dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduktif
virus. Obat-obat baru ini adalah:
i.
Didanosine ( Dideoksynosin )
ii.
Ribavirin
iii.
Dideoxycytidine
iv.
Recombinant CD4 dapat larut
d.
Vaksin dan rekonstruksi virus
Sejak agen penyebab infeksi HIV dan IADS dapat diisolasi,
pengembangan vaksin telah diteliti secara aktif. Upaya-upaya rekonstruksi imun juga telah
diteliti dengan agen tersebut seperti interferon.
Dosis obat TBC
Obat
|
Dosis harian
(mg/kg BB/hari
|
Dosis 2x1mgg
(mg/kg BB/hari)
|
Dosis 3x1mgg
(mg/Kg BB/Hari)
|
INH
|
5-15(max300mg)
|
15-40(max900)
|
15-40(max900)
|
Rifampisin
|
10-20(max600)
|
10-20(max600)
|
10-20(max600mg
|
Pirazinamid
|
15-40(max 2gr)
|
50-70(max 4gr)
|
15-30(max 3gr)
|
Etabutol
|
15-25(max 2,5 gr)
|
50(max 2,5)
|
15-25(max 2,5)
|
Streptomsin
|
15-40(max 1,5)
|
25-40(max1,5)
|
25-40(max1,5)
|
Asuhan
Keperawatan
I. Pengkajian.
3. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku
beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
4. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
5. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau
tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB
menurun, nyeri, sulit tidur.
6. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan,
perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
7. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide
bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan
prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan
delusi.
8. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit
kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara
berubah, disfagia, epsitaksis.
9. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus,
vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
10. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah,
tidak mampu melakukan ADL.
11. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis,
hipotensi, edem perifer, dizziness.
12. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non
produktif.
13. GI : intake makan dan minum menurun, mual,
muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali,
kuning.
14. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
15. Integument : kering, gatal, rash atau lesi,
turgor jelek, petekie positif.
II. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien)
berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat
ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan
dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.
III. Perencanaan keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan Keperawatan
|
||
Tujuan dan criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
|
Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan
kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis,
tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
|
1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan
invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar
terhadap lingkungan yang patogen.
4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai
order.
5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
|
Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar oleh
kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.
Mencegah bertambahnya infeksi
Meyakinkan diagnosis akurat
dan pengobatan
Mempertahankan kadar darah
yang terapeutik
|
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan
dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat
ditransmisikan.
|
Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan
universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak
terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
|
1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya
metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution
bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.
|
Pasien dan keluarga mau dan
memerlukan informasikan ini
Mencegah transimisi infeksi
HIV ke orang lain
|
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
|
Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea
dan takikardi selama aktivitas.
|
1.
Monitor
respon fisiologis terhadap aktivitas
2.
Berikan
bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3.
Jadwalkan
perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
|
Respon bervariasi dari hari ke
hari
Mengurangi kebutuhan energi
Ekstra istirahat perlu jika
karena meningkatkan kebutuhan metabolik
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
|
Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol,
pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati
seperti sebelum sakit.
|
1.
Monitor
kemampuan mengunyah dan menelan.
2.
Monitor
BB, intake dan ouput
3.
Atur
antiemetik sesuai order
4.
Rencanakan
diet dengan pasien dan orang penting lainnya.
|
Intake menurun dihubungkan
dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar
Mengurangi muntah
Meyakinkan bahwa makanan
sesuai dengan keinginan pasien
|
Diare berhubungan dengan infeksi GI
|
Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan
kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut
hilang,
|
1.
Kaji
konsistensi dan frekuensi feses dan
adanya darah.
2.
Auskultasi
bunyi usus
3.
Atur
agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4.
Berikan
ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
|
Mendeteksi adanya darah dalam
feses
Hipermotiliti mumnya dengan
diare
Mengurangi motilitas
usus, yang pelan, emperburuk perforasi
pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
|
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan
cemas tentang keadaan yang orang dicintai.
|
Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan
keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
|
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein
dan perawatannya
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan
secara verbal
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit
dan transmisinya.
|
Memulai suatu hubungan dalam
bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa
mereka berbicara secara bebas
Menghilangkan kecemasan
tentang transmisi melalui kontak sederhana.
|
Daftar
Pustaka
Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book,
Toronto.
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott
Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC,
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar