Senin, 17 Juni 2013

amputasi



KONSEP DASAR


  1. PENGERTIAN
                  Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. (R.            Sjamsudiat dan Wim de jong, 1997 : 1288)
                  Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan            pembedahan. (H.T. Laksman, 2000 : 13)
                  Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian             ekstremitas. (Barbara Engram, 1999 : 343)
      Ada 2 jenis amputasi , yaitu :
1.      Amputasi terbuka (guillotine)
Amputasi ini dilakukan atas indikasi enfeksi berat, meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi dan luka dibiarkan terbuka, diberi balutan besar. Untuk mencegah retraksi kulit, diberikan skin traction.
2.      Amputasi tertutup
             Luka ditutup dengan flap kulit sesuai dengan bentuk puntung.

  1. ETIOLOGI
                  Amputasi dapat terjadi dengan sendirinya karena proses patologi,    misal pada       gangren, penyakit kusta, trauma dan kelainan bawaan.
      Amputasi dapat pula dikerjakan atas indikasi , yaitu :
1)      Medis
a.       Ruda paksa yang menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh anggota tubuh untuk menyelamatkan jiwa.
b.      Karena penyakit, agar jaringan yang masih baik dapat dimanfaatkan.
2)      Hukuman
Amputasi dilakukan sebagai hukuman atas tindak kejahatan.

  1. BATAS AMPUTASI
      Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit.
1.      Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.
2.      Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.
3.      Pada  penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka puntung.

                  Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu,            sedangkan pada          ekstremitas bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi    Klasik “.
1.      Eksartikulasi jari kaki.
2.      Transmetatarsal.
3.      Artikulasi pergelangan kaki ( Amputasi Syme ).
4.      Tungkai bawah (batas amputasi ideal).
5.      Tungkai bawah batas amputasi minimal.
6.      Eksartikulasi lutut.
7.      Tungkai atas (jarak minimal dari sela lutut).
8.      Tungkai atas batas amputasi yang lazim dipakai.
9.      Tungkai atas batas amputasi minimal.
10.  Eksartikulasi tungkai.
11.  Hemipelvektomi.


      Batas amputasi klasik.
      Penilaian batas amputasi :
1.   Jari dan kaki
            Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan             falanx dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik.             Amputasi di    sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per     ekuinus dengan           pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang       sukar ditanggulangi.
2.   Proksimal sendi pergelangan kaki
            Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat    sehingga dapat menutup ujung puntung.
3.   Tungkai bawah
            Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari         sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan.             Bila      jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis           mustahil dapat             dikendalikan.
4.      Eksartikulasi kulit
     Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
5.      Tungkai atas
     Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
6.      Sendi panggul dan hemipelvektomi
     Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
7.      Tangan
     Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8.      Pergelangan tangan
     Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan.
9.      Lengan bawah
     Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku.
10.  Siku dan lengan atas
           Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat     dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu.
      Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan           dengan ikatan dan fiksasi pada bahu.
      Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan             amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang            biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.


D. KOMPLIKASI
            Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak dan sensasi phantom limb.
            Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi. Setelah amputasi selalu terdapat perasaan bagian ekstremitas yang hilang masih ada, dan setiap penderita akan mengalaminya. Sebagian penderita merasa terganggu sedangkan sebagian lagi merasakannya sebagai nyeri.
            Rasional untuk fenomema ini tak jelas, tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi potongan ujung saraf. Meskipun jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis, masalah berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi, terapi obat, stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma.























KONSEP KEPERAWATAN


A. Pra Operasi
      1. Pengkajian
a.    Monitor status neurovaskuler kedua ekstremitas.
b.   Observasi daerah yang akan dibedah.
c.    Observasi tanda vital.
d.   Kaji perasaan dan pengetahuan tentang amputasi dan dampaknya pada gaya hidup.
e.    Diskusikan dengan klien tentang perubahan body image yang akan terjadi, tentang kehilangan dan berduka.
      2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a.    Nyeri berhubungan dengan proses penyakit, cedera.
                Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang dengan kriteria : skala nyeri               0-3, ekspresi wajah tenang, tidak gelisah, vital sign normal.
                Tindakan :
1)      Kaji nyeri klien (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
2)      Berikan tindakan penghilang nyeri.
-          Ajarkan teknik relaksasi.
-          Teknik pengalihan perhatian.
3)      Berikan kesempatan pada klien untuk istirahat.
4)      Berikan posisi nyaman.
5)      Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
b.      Ansietas berhubungan dengan pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
               Tujuan : Ansietas berkurang sampai hilang dengan kriteria : klien       melaporkan ansietas berkurang / hilang , klien memahami tentang prosedur pembedahan, klien tenang.
               Tindakan :
1)      Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa takut dan cemasnya.
2)     Bantu klien untuk mengungkapkan perasaanya pada orang terdekat.
3)     Kurangi stimulus yang berlebihan , misal : kurangi kontak dengan orang lain.
4)     Berikan ketentraman hati dengan menunjukkan sikap tenang, empati dan mensuplai koping yang efektif dari klien.
5)     Anjurkan klien untuk melatih kekuatan otot.
-          Latihan berjalan.
-          Latihan lengan dengan trapeze.
-          Latihan kontraksi gluteal.
-          Latihan otot quadriceps.
6)      Dukung dokter agar bersedian menjelaskan prosedur operasi dan sensasi phantom limb pada post operasi.
7)      Kolaborasi pemebrian obat bila ada indikasi.

B. POST OPERASI
            1. Pengkajian
a.    Kaji nyeri (sensai phantom limb).
b.   Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
c.    Kaji tipe balutan dan plester penekan.
d.   Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage.
e.    Kaji posisi stump.
f.    Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
            2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan / hemoragi pasca operasi.
                      Tujuan : Tidak kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil : vital             sign normal, tidak ada tanda dan gejala dehidrasi.
                      Tindakan :
1)      Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
2)      Kaji intake dan output cairan.
3)      Kaji pasien selama 24 jam pertama periode pasca operaaaasi untuk indikator perdarahan dan ancaman syok.
4)      Inspeksi balutan bedah untuk melihat perdarahan.
5)      Monitor jumlah dan karakter drainage.
6)      Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

b.   Nyeri berhubungan dengan sensasi fantom limb, insisi bedah sekunder terhadap amputasi.
                      Tujuan : Nyeri berhubungan dengan kriteria hasil skala nyeri 0-3,       ekspresi           wajah rileks, tidak merintih, vital sign normal.
1)      Jelaskan pada klien bahwa sensasi ini sering timbul dari bagian yang diamputasi.
2)      Kaji tingkat nyeri (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
3)      Ajarkan teknik relaksasi.
4)      Berikan posisi nyaman.
5)      Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
c.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
                Tujuan : konsep diri positif dengan kriteria pasien menerima   perubahan        fisik.
                Tindakan :
1)      Dorong klien untuk melihat dan menyentuh puntung serta mengekspresikan perasaannya tentang amputasi.
2)      Tunjukkan sikap penerimaan dan empati pada klien.
3)      Libatkan klien dalam perawatan , misal : pada penggantian pakaian.
4)      Kolaborasi dengan psikolog.
d.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan cara berdiri sekunder terhadap amputasi ekstremitas bawah.
                Tujuan : Mobilitas fisik normal dengan kriteria hasil klien dapat         menunjukkan penggunaan teknik penguatan otot, untuk meningkatkan       mobilisasi.
                Tindakan :
1)      Beritahu klien tentang kesulitan dalam adaptasi cara berdiri akibat amputasi.
2)      Beritahu klien tentang cara mencegah perubahan, cara berdiri dengan penguatan otot gluteus dan abdomen saat berdiri.
3)      Sebelum ambulasi, pastikan ekstremitas atas klien mempunyai kekuatan yang diperlukan untuk alat bantu.
4)      Diskusikan dan demonstrasikan cara menggunakan alat bantu.
5)      Bantu klien untuk menggunakan alat bantu.

DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

Engram, Barbara. (1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC

R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC























hiv-aids



ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

Konsep Dasar
I.       Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

II.    Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
  1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
  2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
  3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
  4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
  5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
  1. Lelaki homoseksual atau biseks.                    5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
  2. Orang yang ketagian obat intravena
  3. Partner seks dari penderita AIDS
  4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).


III.
Menyerang T Limfosit, sel saraf, makrofag, monosit, limfosit B
 
Patofisiologi :
Text Box: Nutrisi inadekuatText Box: Cairan berkurangText Box: Gangguan mobilisasiText Box: Aktivitas intoleransText Box: Gangguan rasa nyaman : nyeriText Box: hipertermiText Box: Cairan berkurangText Box: Nutrisi inadekuatText Box: Gangguan rasa nyaman : nyeriText Box: Gangguan pola BABText Box: Tidak efektfi bersihan jalan napasText Box: Tidak efektif pol napasText Box: Gangguan body imageapasText Box: Gangguan sensori 
















IV. Pemeriksaan Diagnostik
1.      Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
-          ELISA
-          Western blot
-          P24 antigen test
-          Kultur HIV
2.      Tes untuk deteksi gangguan system imun.
-          Hematokrit.
-          LED
-          CD4 limfosit
-          Rasio CD4/CD limfosit
-          Serum mikroglobulin B2
-          Hemoglobulin
V. KOMPLIKASI
1.      Otak : terjadi inflamasi, tumor
2.      Mulut, trachea, oesephagus : muncul kandidiasis
3.      Paru-paru : terjadi infeksi pneumocystis carinii, infeksi jamur, TBC
4.      Saluran pencernaan : infeksi salmonella dan prozoa mudah terjadi
5.      Kulit ; terjadi Kaposi’s sarcoma, infeksi jamur, herpes zoster

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL : anemia, trombositopeni idiopatik, leucopenia, pada infeksi tertentu jumlah sel T rendah, atau tumor sel T.
TB ( PPD ) : untuk menentukan pamajanan terhadap TBC
Serologis :
Tes antibody serum : skrining HIV dengan ELISA, bila positif mengindikasikan HIV tapi tidak merupakan diagnosa.
Tes Blot Westren : mengkonfirmasi diagnosa HIV
Sel T Limfosit : penurunan jumlah total
Sel T4 helper : bila < 200 mengindikasikan respon defisiensi imun yang hebat
Sel T8 supresor : rasio terbalik ( 2:1 pada T8 : T4) mengindikasi supresi imun
Kadar Ig : ↑, terutama IgG dan IgA dengan IgM normal
Reaksi rantai polymerase ; mendeteksi DNA virus
Tes PHS : mengetahui penyakit seksual seperti sifilis, CMV mungkin positif
Pemeriksaan neurologist, mis. : EEG, MRI, CT Scan : bila terjadi perubahan mental, perubahan sensori/motorik
Rontgent dada : mengetahui komplikasi pada saluran nafas
Biopsi : bila terjadi lesi neuplastik lainnya
Bronkoskopi ; bila terjadi kerusakan paru-paru
Endoskopi/kolonoskopi : bila dicurigai terdapat infeksi candida pada sstem GI

VII.          PENATALAKSANAAN MEDIS
a.       Pengendalian infeksi oportunistik
Tujuan utama dari penatalaksanaan pasien AIDS  adalah menghilangkan, mengendalikan, atau memulihkan infeksi oprtunistik,infeksi nosokomial, atau sepsis. Digunakan agen farmakologik yang spesifik untuk mengidentifikasi organisme juga agen-agen eksperimental untuk organisme yang tidak umum. Infeksi stafilokokus adalah perhatian utama, karena pasien akan mengalami sepsis, yang ditandai dengan demam, hipotensi dan takikardi, sehingga harus sedapat mungkin dicegah.
b.      Terapi AZT
AZT merupakan satu-satunya terapi antiviral yang efektif terhadap AIDS. Obat ini menghambat replikasi virus HIV dengan menghambat enzim pembalik transcriptase. AZT digunakan pada pasien dengan HIV positif yang asimptomatik dan mempunyai junlah sel T > 500 mm3.
c.       Terapi antiviral yang baru
Diberikan untuk meningkatkan aktivitas system imun baik dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduktif virus.  Obat-obat baru ini adalah:
                                                  i.      Didanosine ( Dideoksynosin )
                                                ii.      Ribavirin
                                              iii.      Dideoxycytidine
                                              iv.      Recombinant CD4 dapat larut
d.      Vaksin dan rekonstruksi virus
Sejak agen penyebab infeksi HIV dan IADS dapat diisolasi, pengembangan vaksin telah diteliti secara aktif.  Upaya-upaya rekonstruksi imun juga telah diteliti dengan agen tersebut seperti interferon.
Dosis obat TBC

Obat
Dosis harian
(mg/kg BB/hari
Dosis 2x1mgg
(mg/kg BB/hari)
Dosis 3x1mgg
(mg/Kg BB/Hari)
INH
5-15(max300mg)
15-40(max900)
15-40(max900)
Rifampisin
10-20(max600)
10-20(max600)
10-20(max600mg
Pirazinamid
15-40(max 2gr)
50-70(max 4gr)
15-30(max 3gr)
Etabutol
15-25(max 2,5 gr)
50(max 2,5)
15-25(max 2,5)
Streptomsin
15-40(max 1,5)
25-40(max1,5)
25-40(max1,5)



































Asuhan Keperawatan
I.       Pengkajian.
3.      Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
4.      Penampilan umum : pucat, kelaparan.
5.      Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
6.      Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
7.      Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
8.      HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
9.      Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
10.  Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
11.  Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
12.  Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis,  SOB, menggunakan otot  Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
13.  GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
14.  Gu : lesi atau eksudat pada genital,
15.  Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II.    Diagnosa keperawatan
1.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2.      Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3.      Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5.      Diare berhubungan dengan infeksi GI
6.      Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.



III. Perencanaan keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
1.      Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2.      gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
3.      Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
4.      Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5.      Atur pemberian antiinfeksi sesuai order  

Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi


Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
1.      Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2.      Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
1.          Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2.          Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3.          Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.
1.          Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2.          Monitor BB, intake dan ouput
3.          Atur antiemetik sesuai order
4.          Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar
Mengurangi muntah
Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,
1.          Kaji konsistensi dan frekuensi  feses dan adanya darah.
2.          Auskultasi bunyi usus
3.          Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4.          Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare
Mengurangi motilitas usus,  yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
1.     Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2.     Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3.     Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.






Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta